Reporter: Dharmesta | Editor: Tri Adi
Hampir sebagian warga Jakarta mengenal sentra lukisan dan karikatur wajah Pasar Baru. Di tempat ini berjajar rapi 29 kios yang dihuni 55 pelukis dan kartunis yang sebagian dulunya berprofesi sebagai pembuat kartu ucapan tangan. Tarif lukisan dan karikatur di sentra itu mulai Rp 300.000 hingga jutaan rupiah.
Strategis. Mungkin itu kata yang yang paling tepat untuk menggambarkan letak sentra lukisan dan karikatur wajah Pasar Baru, Jakarta Pusat. Maklum, letaknya di jantung kota, tepatnya di depan Gedung Kesenian Jakarta alias GKJ.
Puluhan kios berjajar rapi di sepanjang Jalan Gedung Kesenian Jakarta. Pemiliknya memajang ratusan lukisan dan karikatur wajah tokoh-tokoh nasional maupun selebritas Tanah Air.
Herdie, pemilik Andeng Art Gallery, menyatakan, para pelukis memang sengaja memajang karyanya dengan tujuan menarik minat orang yang ingin memesan lukisan atau karikatur. "Untuk menunjukkan kemampuan pelukis saja," katanya.
Sebelum membuka kios di sentra ini, Herdie adalah seorang pembuat poster. Baru, di tahun 2000, ia memutuskan banting setir menjadi pelukis wajah. Awalnya, dia membuka kios di depan SMK 27, tak jauh dari tempat usahanya sekarang, sebelum kena gusur karena sekolah membangun pagar.
Menurut Yudi dan Arief pemilik Galuh Art Gallery, ada sekitar 29 kios di sentra ini dengan jumlah pelukis mencapai 55 orang. Pemerintah DKI Jakarta mensyaratkan satu kios dihuni oleh dua pelukis. "Kalau tidak diatur, barisan kios bisa panjang sekali," ungkap Yudi .
Yudi telah menekuni profesi pelukis sejak 1996. Sebelumnya, ia menawarkan jasanya di trotoar persis di pinggir kali depan Pasar Baru dengan bermodalkan payung sebagai pelindung. Baru pada 1999 ia pindah ke sentra.
Humas Komunitas Pelukis dan Penulis Indah (KPPI) Eko Bhandoyo mengatakan, sentra ini telah berdiri sejak tahun 1980-an. Kala itu, tempat ini dikenal sebagai sentra kartu ucapan buatan tangan. Kala itu, para pembuat kartu belum menempati kios-kios seperti sekarang. Mereka hanya berteduh di bawah rindangnya pohon akasia.
Tapi, Eko yang adalah pemilik Seni 12+ Art ini mengisahkan, saat itu para pembuat kartu harus bermain kucing-kucingan dengan aparat Tramtib. Sebab, ketika itu, tempat mereka menawarkan jasa masih ilegal.
Namun, saat booming penyeranta pesan di 1994, usaha kartu ucapan lesu. Apalagi, penggunaan telepon seluler mulai merangsek. Pada waktu bersamaan, Pemerintah DKI menebang pohon-pohon akasia, tempat para pembuat kartu ucapan berlindung dari teriknya matahari Jakarta.
Akhirnya, banyak pembuat kartu gulung tikar dan banting setir menjadi pegawai perusahaan advertising dan event organizer, ilustrator majalah, dekorator mal atau hotel.
Saat itulah, S. Wito, salah satu pembuat kartu ucapan yang sekarang menjadi ketua KPPI melakukan terobosan dengan menjadi pelukis dan kartunis wajah. Langkahnya ini lalu diikuti para pembuat kartu ucapan lainnya.
Ironisnya, kerusuhan berdarah 1998 merupakan awal bangkitnya sentra lukisan dan karikatur wajah Pasar Baru. Dalam upaya memulihkan citra pariwisata Jakarta, Pemerintah DKI mempercantik lokasi usaha di Jalan Gedung Kesenian Jakarta. Saat itu, ada 47 pelukis dan kartunis. "Oleh Pemerintah DKI, kios-kios kami kemudian dijadikan wisata seni," ujar Eko.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News