Sumber: Kontan 18/2/2013 | Editor: Havid Vebri
SEJAK kecil, aktivitas menulis telah lekat dalam kehidupan manusia sehari-hari. Tak heran, menulis pun menjadi aktivitas kreatif yang digemari banyak orang, entah itu sebagai hobi, aktualisasi diri, bahkan menjadikannya sebagai profesi utama.
Namun, apa pun tujuannya, kegiatan menulis tetap perlu untuk terus dikembangkan. Salah satu cara mengasahnya adalah dengan mengikuti kelas menulis.
Bagi banyak orang yang tidak memiliki banyak waktu atau lantaran kendala jarak, mengikuti kelas menulis online bisa menjadi pilihan mengembangkan kemampuan menulis. Apalagi, belakangan internet semakin gampang diakses.
Tak heran, banyak orang yang berkecimpung di dunia tulis menulis menangkap peluang ini. Salah satunya adalah Dodi Mawardi, 38 tahun.
Dodi yang telah menerbitkan sekitar 50 buku ini sudah mengenal dunia tulis menulis sejak tahun 2006. Kemudian, ia memutuskan untuk membuka workshop pada tahun 2007. Namun, baru pada tahun 2009, Dodi merintis Sekolah Menulis Kreatif Indonesia (SMKI) di Jakarta.
Awalnya, SMKI membuka kelas tatap muka bagi para pesertanya. Akan tetapi, dalam perkembangannya, Dodi memutuskan untuk melatih peserta melalui dunia maya.
Pasalnya ternyata, “Peminat menulis tidak hanya di Jabodetabek, tapi juga di luar Jawa, bahkan luar negeri. Karena itu, saya putuskan untuk membuka kelas online,” ujarnya.
Dodi pernah melatih peserta dari Medan, Balikpapan, Makassar, Kuala Lumpur, dan Angola. SMKI membuka kelas penulisan non-fiksi dan fiksi, seperti novel dan cerpen. Adapun, materi yang diberikan mencakup tahap-tahap menulis, persiapan atau modal penulis, dan self-editing.
SMKI juga memberikan tips untuk menembus penerbit. Bahkan, SMKI juga membantu peserta kelas hingga karya mereka terbit.
Dodi mengklaim, banyak peserta lulusan SMKI kini menghasilkan karya tulis yang sudah diterbitkan oleh beberapa penerbit terkemuka. Di antaranya adalah Magnet Cinta oleh Ermalen Dewita (Gramedia) dan Malaikat Cinta oleh Jonih Rahmat (Gramedia).
Dodi bilang, salah satu kelebihan SMKI adalah setiap peserta kelas dibimbing secara privat oleh seorang mentor. “Peserta benar-benar dibimbing dari awal hingga bukunya diterbitkan, oleh mentor,” tuturnya.
SMKI memberikan paket belajar satu bulan, dua bulan, tiga bulan, dan paket menjadi satu buku. SKMI mematok tarif Rp mulai Rp 750.000 - Rp 2,5 juta untuk setiap peserta. Dalam sebulan, SMKI menerima sekitar lima peserta menulis.
Dodi mengaku, SMKI mengantongi omzet minimal Rp 20 juta saban bulan. Sementara, laba bersihnya bisa mencapai 90%. Biaya operasionalnya ringan karena tak perlu biaya sewa ruangan belajar seperti kelas.
Menurut Dodi, profesi menulis memiliki peluang menjanjikan di Indonesia. Meskipun masih dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang, ternyata potensi di bidang penulisan sebagai mata pencaharian terbuka lebar. Makanya, SMKI tak pernah sepi peserta.
Pemain lainnya adalah Fakhruddin asal Kerinci, Jambi. Awalnya, ia fokus memberikan pelatihan karya tulis bagi anak sekolah, mahasiswa, dan umum di Kerinci sejak tahun 2009.
Pada 2011, Fakhruddin membuat blog yang isinya membagikan tips penulisan secara gratis. Setiap bulan, rata-rata blognya dibuka sebanyak 24.000 kali. Banyak pula yang berkonsultasi melalui blog tersebut.
Maka, Fakhruddin pun terpikir untuk membuka pelatihan dengan nama Kursus Menulis Online pada akhir 2012 lalu. Meski baru, setiap bulan, ia menerima minimal 20 murid. Fakhruddin memberikan pelatihan menulis fiksi maupun non fiksi. "Sejauh ini, yang paling tinggi peminatnya adalah menulis fiksi," ujarnya.
Fakhruddin memberikan kursus dengan konsep penulisan 100 hari. Artinya, ia mendorong muridnya selama 100 hari melakukan praktik menulis. Selama itu, ia memberikan 20 materi yang diberikan. Biaya kursus di tempat ini Rp 299.000.
Dalam menulis, Fakhruddin menekankan beberapa hal penting, seperti membangkitkan inspirasi, mengembangkan ide, dan menjabarkan ide tersebut.
Pemain lainnya adalah Griya Kinoysan University. Program pendidikan online yang didirikan Ari Wulandari di Yogyakarta pada 2011 ini mengutamakan keahlian dan keterampilan. “Kami tidak memberikan sertifikat dan ijazah,” jelasnya.
Griya Kinoysan juga menyediakan pelatihan menulis fiksi dan non-fiksi. Untuk tenaga pengajar, Ari mengajak kerja sama beberapa orang yang memang profesional di bidang tulis-menulis, seperti Prof. Iin Handayani hingga editor Mira Rainayati.
Ari bilang, awalnya masih sulit menimbulkan kesadaran masyarakat untuk belajar menulis. Namun dengan perjalanan waktu dan promosi melalui website dan fan page, Griya Kinoysan University mulai dikenal berbagai kalangan. “Cerita dari mulut ke mulut juga berkontribusi,” tuturnya.
Sistem pembelajaran dilakukan dalam suatu grup online tertutup yang hanya bisa diakses oleh pengelola, pemateri, dan peserta. Satu program terdiri dari lima kali pertemuan dan setiap pertemuan akan diisi dengan 1,5 jam sesi materi dan tanya jawab.
Kelas penulisan fiksi cukup membayar Rp 200.000. Sementara kelas penulisan ilmiah sebesar Rp 500.000. Wanita lulusan Sastra Indonesia Universitas Gadjah Mada (UGM) ini bilang, banyak peserta dari luar Indonesia, seperti Malaysia, Singapura, Hong Kong, dan Jepang.
Selain kelas menulis, Ari yang pernah jadi editor di salah satu media ini juga bertindak menjadi penerbit buku anak-anak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News