Reporter: Elisabeth Adventa, Ratih Waseso, Venny Suryanto | Editor: Markus Sumartomjon
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Salah satu usaha jasa yang masih terus hidup sampai sekarang adalah layanan binatu alias laundry. Kebutuhan untuk selalu mencuci dan menyetrika ragam pakaian dan bahan lainnya yang terbuat dari kain membuat layanan binatu masih terus mendapat tempat.
Faktor inilah yang membuat banyak orang melirik bisnis binatu. Kalau diperhatikan usaha ini sudah tersebar luas. Tidak cuma ada di perumahan juga di pusat belanja.
Beberapa pengusaha binatu pun mencoba mengembangkan usaha. Misalnya, dengan menawarkan kemitraan untuk mempercepat usaha yang sudah mereka lakukan beberapa tahun belakangan.
Nah, Review Waralaba kali ini mencoba melihat kembali potensi kemitraan jasa binatu. Apakah masih bisa berkembang atau sebaliknya. Apalagi, ada layanan binatu online yang sudah tersedia. Berikut ulasan selengkapnya.
- Nito Laundry
Usaha ini diracik oleh Muhammad Alfian Perdana di Bali pada November 2016. Tapi, setelah berjalan dua tahun, dia memilih menghentikan bisnisnya sejak tahun lalu. Saat pertama diulas KONTAN, Nito Laundry belum menggandeng mitra.
Saat itu, Alfian menawarkan paket kemitraan Rp 85 juta dan mendapat ragam fasilitas. Setelah tak lagi menggeluti bisnis binatu, Alfian melakoni usaha lain yaitu makaroni goreng dengan label Makaroni Bang Jaka. "Kami sudah menghentikan bisnis Nito Laundry dan beralih ke produk camilan makaroni sejak 2016," katanya ke KONTAN.
- Limas Shop
Nasib yang berbeda jauh terjadi pada Mia Arsofthin, pemilik Limas Shop. Mulai menjalankan bisnis binatu sejak 2010, kini dia sudah menggandeng 205 mitra tersebar di seluruh Indonesia.
Nah, jumlah mitra bisnis Mia itu ternyata bukan cuma sebatas binatu pakaian saja, terutama laundry kiloan, juga penatu tas, sepatu, dan dry cleaning. Sedang gerai milik pusat hanya satu yang ada di Bangkalan, Madura. "Jumlah mitra laundry kiloan ada 155 mitra, dan sisanya binatu sepatu, tas dan dry cleaning," ujarnya ke KONTAN.
Saat ini, Mia mematok paket kemitraan untuk binatu kiloan senilai Rp 38 juta, Rp 48 juta, dan Rp 68 juta. Sementara untuk kemitraan binatu sepatu dan tas, lebih murah, sekitar Rp 25 juta. Perbedaan fasilitas yang mendasar di kedua paket tersebut hanya terletak pada kapasitas mesin cuci dan alat pengering saja.
Terkait paket kemitraan sepatu dan tas yang lebih murah ketimbang paket binatu pakaian kiloan, Mia menjelaskan, itu untuk menyiasati persaingan yang semakin sengit di bisnis binatu. Terutama, untuk bisnis binatu pakaian yang menawarkan paket kemitraan lebih murah.
Mia berharap, dengan paket kemitraan binatu sepatu dan tas yang lebih murah bisa menarik minat pasar. "Semoga semakin banyak yang berminat di bisnis ini karena modal yang dikeluarkan tidak terlalu besar," ucapnya yang menambahkan, usaha binatu itu sekarang lagi naik daun.
Karena itu, Mia bakal lebih mengoptimalkan usaha binatu tas dan sepatu ketimbang pakaian. Ia bakal lebih getol lagi memasarkan paket kemitraan binatu tas dan sepatu.
Sayang, Mia tidak memerinci proyeksi pendapatan dari bisnis binatu tas dan sepatu. Termasuk juga, hasil yang ia dapat dari Limas Shop.
- Greenwash Laundry
Usaha milik Bhakti Alamsyah ini mulai menawarkan kemitraan akhir Desember 2013. Saat KONTAN mengupasnya pada Maret 2014, Greenwash Laundry belum memiliki mitra. Namun saat ini, tercatat sudah ada delapan mitra yang bergabung dengan GreenWash Laundry. "Gerai pusat ada dua di apartemen Gateway Bandung dan di Kompleks Taman Kopo Katapang Soreang," jelas Bhakti kepada KONTAN.
Sementara gerai mitra berada di daerah Kopo (Kota Bandung), Rancamaya (Kabupaten Bandung), Kabupaten Tasikmalaya, Pare (Kediri), Bojongnangka (Kota Bandung), dan Yogyakarta.
Jika pada 2013 GreenWash menawarkan dua paket kemitraan masing-masing senilai Rp 25 juta dan Rp 55 juta, maka saat ini sudah berubah. Terdapat tiga paket yang mereka tawarkan. Ada Paket Silver Lengkap sebesar Rp 125 juta, Gold Lengkap senilai Rp 150 juta, dan Paket Platinum Lengkap Rp 175 juta.
Dalam paket terbaru tersebut, GreenWash Laundry mempunyai fasilitas terbaru bernama re-training fast track. Ini ditujukan bagi para karyawan untuk bisa mempunyai kemampuan layanan ke konsumen yang optimal alias service excellent. Maklum, salah satu persoalan mendasar dari bisnis binatu adalah tenaga kerja yang kurang cakap atau terampil. Kondisi ini jelas bisa menggangu bisnis jasa yang menjadi ciri utama dari usaha binatu.
Bhakti pun berharap, dengan penawaran tiga paket anyar dan pelatihan tergres bagi para karyawan mitra bisnis, bisa menjaring lebih banyak lagi partner. Ia menargetkan bisa mendapat 24 mitra di akhir tahun nanti.
Selain tambahan paket, Bhakti juga berencana memperluas ekspansi bisnis, tidak cuma menyasar ke konsumen rumahan saja. Ia tengah mencoba memperlebar pasar ke industri perhotelan. "Ke depan kami akan perlebar layanan ke hotel," ujarnya.
- Nandawash Laundry
Binatu lainnya adalah usaha yang dirintis Andri Kristanto asal Ngawi, Jawa Timur, dan beroperasi sejak 2004. Setelah satu tahun menjalankan usaha, dia mulai membuka kemitraan usaha. KONTAN sempat mengulas bisnis ini pada Mei 2018. Saat itu, Nandawash Laundry telah memiliki sekitar 100 mitra usaha.
Satu tahun berjalan, usahanya berkembang cukup agresif. Saat ini, jumlah gerai Nandawash Laundry bertambah menjadi 150-an outlet yang tersebar di berbagai kota di Jawa dan luar Jawa. "Ada gerai baru, seperti di Mataram, Medan, kebanyakan di luar Pulau Jawa," katanya.
Tambahan gerai mitra itu menjadi bukti potensi usaha binatu masih menjanjikan. Ia pun optimistis, beberapa tahun ke depan usaha binatu masih terus dibutuhkan.
Saat ini, paket investasi yang Andri tawarkan sebesar Rp 10 juta. Banderol ini untuk lebih banyak menarik mitra bisnis. Dengan modal terjangkau, mitra bisa mendapatkan fasilitas satu mesin cuci, pengering, setrika uap, branding, pelatihan, bahan baku kimia, dan kebutuhan lainnya. Sebelumnya, Nandawash Laundry membuka paket kemitraan dengan investasi masing-masing sebesar Rp 25 juta, Rp 35 juta dan Rp 50 juta.
Selain perubahan paket, Andri juga mengerek tarif jasa cucian sejak awal tahun ini. Lantaran biaya operasional untuk membeli pewangi, sabun cuci, dan perlengkapan lain juga melonjak.
Kini, satu kilogram (kg) pakaian dikenakan tarif Rp 5.000 khusus area Jawa Timur dan Jawa Tengah serta Rp 7.500 per kg untuk area Jawa Barat. Sebelumnya, banderol tarif mulai Rp 4.000 per kg.
Meski gerai tumbuh pesat, Andri tetap mengalami kendala dalam mengembangkan bisnis. Khususnya, memasok bahan detergen cair ke mitra yang ada di luar Jawa serta Jawa Barat. Sebab, tidak semua jasa logistik bisa sampai ke daerah tersebut. Imbasnya, tarif cucian jadi membengkak di wilayah itu. Tapi, ia berupaya mengakali dengan membuka reseller di sana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News