kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menjual gaya yang lusuh dan tua, namun elegan


Jumat, 22 November 2013 / 16:36 WIB
Menjual gaya yang lusuh dan tua, namun elegan
ILUSTRASI. PT Smartfren Telecom Tbk (FREN)


Reporter: Sri Sayekti | Editor: Tri Adi

Istilah shabby chic mungkin terdengar asing di telinga kebanyakan orang. Namun bisa jadi, mereka yang tak akrab dengan istilah itu pernah menemui, atau bahkan, memiliki barang yang termasuk kategori shabby chic.

Istilah ini merujuk ke aliran dalam desain interior rumah yang mengesankan sebuah pernik interior terlihat lusuh, kusam, atau lama. Namun kesan itu tampil dengan elegan, manis, cantik, dan menarik perhatian orang yang melihatnya.

Produk-produk yang kerap diasosiasikan dengan gaya ini antara lain perabotan berwarna putih, atau pernik bermotif bunga-bunga dan memakai warna-warna pastel seperti pink, biru muda, hijau muda.

Shabby chic pertama kali dipopulerkan oleh Rachel Ashwell pada 1989. Wanita asal Inggris itu berniat mengeksplorasi perabot lama agar bisa tampil cantik sekaligus gaya.

Banyak orang di sini yang sebenarnya menyukai tema interior ini. Hanya, mereka belum paham bahwa apa yang mereka lakukan itu merupakan gaya yang disebut shabby chic. Bahkan, ada pebisnis pernik bergaya shabby chic yang tak menyadari tren itu, seperti Gayatri Wibisono.

“Saya tahunya justru dari pelanggan yang datang kalau interior yang saya buat itu disebut shabby chic,” ujar Gayatri, yang membuka Gaya Living pada tahun 2009.

Lain halnya dengan pengalaman Nadia Flourina Luisa saat mengawali usahanya Flo’s Shabby Chic Collection pada tahun 2009.

“Saya mengenal shabby chic dari mertua saya yang memiliki desain rumah ala shabby chic,” jelas Nadia. Maklumlah, mertua Nadia sering wira-wiri ke Belanda. “Banyak rumah di Eropa yang bergaya shabby chic,” imbuh Nadia.

Tapi di Indonesia tak mudah menemukan produk-produk pendukung interior ala shabby chic.

“Jika ada, harganya enggak masuk akal,” imbuh Nadia. Melihat pasokan yang terbatas, ia pun berniat menawarkan aneka pernik bergaya shabby chic. Ia ingin tren itu tidak melenceng menjadi produk yang mahal. ”Di Eropa, shabby chic murah dan cantik, tapi tidak murahan,” ujar Nadia.

Ada beberapa pilihan untuk menekuni usaha interior bergaya shabby chic. Nadia memilih usaha berbasis jahit-menjahit, termasuk memproduksi pernik interior seperti sarung bantal, bantal, wadah tisu, dining set, gorden, suvenir pernikahan.

Banderol harga berkisar Rp 80.000–Rp 150.000, tergantung pada ukuran. Adapun harga dining set antara Rp 400.000 hingga Rp 500.000 per set, terdiri dari taplak meja panjang, serbet, place mat, dan wadah tisu. Harga tertinggi adalah set penghias ruang tamu, sekitar Rp 500.000 hingga Rp 600.000 per set, yang terdiri dari 4 hingga 6 bantal, taplak panjang, kotak tisu.


Jasa sewa interior

Saat mengawali usahanya, Nadia merogoh kocek Rp 2,5 juta. Dana itu terpakai untuk membeli mesin jahit bekas seharga Rp 1,5 juta dan membeli kain, benang dan keperluan jahit lainnya. Nadia yang belajar menjahit dari mertuanya itu, mengawali usahanya di garasi rumah sendiri, di Cilandak, serta merekrut satu orang penjahit.

Jika orderan sedang ramai, Nadia mempekerjakan 1 penjahit bordir. Omzet penjualan Nadia kini berkisar Rp 5 juta hingga Rp 9 juta per bulan. Keuntungan yang diambil berkisar 50%–60%.

Setiap dua minggu sekali, Nadia belanja stok kain di berbagai sentra, seperti Tanah Abang, Cipadu, Pasar Baru, Mayestik. “Kain motif bunga cepat habis di pasar,” tutur Nadia. Saat ini, Nadia memasarkan produknya secara online di situs floshabbychic.com.

Adapun Gayatri yang membuka Gaya Living di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan itu, berspesialisasi pada pembuatan produk-produk shabby chic berbahan dasar kayu yang diolah menjadi furnitur maupun berbagai wadah aneka benda.

Sejak kecil Gayatri senang merapikan dan menghias rumah. Terjun ke dunia usaha interior pun secara tak sengaja. Pada tahun 2009, ada teman Gayatri, seorang arsitek yang sedang membangun proyek rumah tinggal. Teman ini meminta Gayatri untuk mengisi dan menghias tiga rumah contoh.

Begitu tugasnya kelar, Gayatri pun menerima honor yang lumayan. “Wah, ternyata hobi ini mendatangkan uang dan jadi bisnis,” tutur Gayatri. Konon, rumah yang dibangun rekan arsitek tersebut cepat laku, setelah melihat desain interior rumah contoh buatan Gayatri.

Hasil dari proyek itu digunakan Gayatri untuk modal awal usahanya. Ia merekrut 4 orang tukang, menyewa toko dan lahan untuk lokasi workshop serta tempat tinggal para tukang. Tantangan usaha ini, menurut Gayatri, adalah mendapatkan tukang yang andal dan profesional. “Kunci shabby chic adalah memoles kayu sehingga terkesan vintage,” ujar Gayatri.

Gayatri kini memiliki 12 orang karyawan, terdiri dari tukang dan tenaga penjual. Furnitur yang diproduksi Gayatri mulai dari kursi, meja, sofa, rak.  Pernak-pernik interior berbahan kayu yang juga dibuat Gayatri seperti keranjang bunga, lemari kecil untuk menyimpan telur, wadah botol saus, kotak surat, dan kotak kue.

Harga jual pernik interior berkisar Rp 85.000–Rp 600.000 per item. Sedang harga furnitur tergantung pada jumlah pemesanan. Satu kursi biasa dijual Rp 1,5 juta. Penghasilan kotor yang diperoleh Gayatri sebulan berkisar Rp 50 juta hingga Rp 70 juta. Selain rekomendasi dari para pelanggannya, Gayatri juga berpromosi melalui situsnya, gayaliving.com.

Selain menjual barang, Gayatri juga menawarkan jasa penyewaan pernik dekorasi shabby chic. Ide itu datang dari pelanggannya, yang berniat menyewa furnitur sekaligus kelengkapan dekorasi.

Tanpa pikir panjang, Gayatri mengiyakan permintaan sang pelanggan. Ia mematok tarif sewa furnitur dan hiasan dekorasi sebesar 20% dari harga barang. Usaha penyewaan ini pun kini makin ramai dan berkembang. Biasanya, orang menyewa untuk keperluan pesta pernikahan dan ulang tahun, mengikuti pameran, membuat iklan televisi atau setting untuk pemotretan majalah.

Selain melayani jasa pembuatan dekorasi rumah, Gayatri juga menawarkan jasa menjual ide desain interior ke pelanggan yang hanya membutuhkan konsep ide, tetapi tidak ingin membeli produk Gayatri.

“Kalau hanya beli ide, jasanya Rp 50.000 hingga Rp 75.000 per m² dari area ruang yang hendak didekorasi,” ujar Gayatri.

Pelanggan Gayatri kini tak cuma di Jabodetabek, tapi juga dari Bali dan Pekanbaru. Beberapa artis pun tercatat dalam daftar pelanggannya.

Prospek untuk usaha berbagai pernak-pernik dekorasi dengan gaya shabby chic menurut Nadia dan Gayatri masih cerah. Alasan mereka, pelaku usaha di bisnis itu masih terhitung sedikit.

”Meski usaha ini sangat khusus, pelanggannya sangat loyal,” tutur Nadia.

Tertarik?                 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×