Reporter: Anastasia Lilin Y | Editor: Tri Adi
Penawaran paket perjalanan wisata yang menjual nuansa pedesaan semakin subur. Menjual pengalaman terjun dalam aktivitas keseharian di pedesaan, pengelola menjemput bola menjaring institusi perusahaan dan pendidikan di kota.
Gaya hidup modern dan rutinitas hidup di perkotaan sering menimbulkan kejemuan. Itulah sebabnya, tawaran berwisata alternatif dengan mengusung konsep dekat dengan suasana pedesaan semakin diminati.
Beberapa orang yang cermat membaca peluang telah memanfaatkan tren ini. Salah satunya Wisata Budaya Pancawati (WBP). Berlokasi di daerah Desa Pancawati, Bogor, sejak 2007, Nasution, pengelola usaha ini, mengubah lahan bekas kebun salak seluas enam hektare (ha). “Kami mengubah fungsinya dan mendirikan vila sekaligus tempat wisata pedesaan,” kata petugas Public Relation WBP, Sudi H. Adiarto.
Kini, kawasan WBP itu terkenal sebagai salah satu tujuan wisata pedesaan. WBP juga mengemas 10 paket wisata seperti Agrowisata Pintar dan Fun Games, Pesiar Kampung, Poelang Kampoeng Pancawati, dan Menginap Adventure. Aktivitas setiap paket berbeda. Bisa menginap, bisa juga berwisata sehari penuh.
Pemain lain adalah Kampung Budaya Sindangbarang (KBS). Terletak di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor Barat, lokasi ini hanya berjarak sekitar lima kilometer (km) dari kota. Achmad Mikami Sumawijaya, pemilik KBS, membangun wisata pedesaan sejak tiga tahun silam.
Awalnya, oleh pendirinya, KBS bukan disiapkan sebagai tempat wisata, melainkan sebagai cagar budaya kesenian Jawa Barat. “Pak Maki memang ingin melestarikan budaya Jawa Barat,” tutur Asep Saepulloh, yang akrab disapa Asenk, dari Bagian Pemasaran KBS.
Tapi, melihat minat orang berkunjung, pengelola KBS menawarkan juga kunjungan wisata pedesaan. Ada enam paket wisata, seperti Mulih ka Lembur, Sawengi di Kampung Budaya, Ngalanglang di Bogor, Nyaba ka Kampung Adat, Outing, dan Sono ka Lembur. Di sini, pengunjung sudah bisa menikmati beberapa situs purbakala, belajar angklung, mandi di Sungai Ciapus, dan menonton pertunjukan seni.
Pemain lain adalah Kampung Wisata Cinangneng (KWC). Kawasan wisata ini terbentuk secara tidak sengaja. Sebab, objeknya merupakan kehidupan sehari-hari pedesaan yang sudah turun-temurun.
Terletak di Babakan Kemang, Kecamatan Ciampea, Bogor, KWC menawarkan paket wisata Tour Poelang Kampung. Pengunjung bisa belajar membungkus nasi timbel, membuat wayang dari daun singkong, belajar tari jaipong, bermain gamelan, atau membuat kue. Jika mau, pengunjung bisa memandikan kerbau di sungai.
Di daerah Cianjur, ada juga Gasol Pertanian Organik (GPO). Wisata pedesaan yang sudah mulai sejak empat tahun lalu ini lebih unik lantaran mengajak mengenal pelbagai varietas padi. Pemilik GPO, Ika Suryanawati, awalnya sama sekali tak berniat terjun ke bisnis wisata pedesaan. Perempuan lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini hanya ingin mengoleksi pelbagai varietas padi unggulan Cianjur yang mulai sirna.
Dari niatan itu, Ika membeli sebidang tanah seluas 2.500 meter persegi untuk ditanami padi. “Suasana pedesaan yang sejuk dan asri akhirnya mendorong saya untuk menawarkan wisata pedesaan,” tutur perempuan berambut cepak ini.
Sebagian pengelola wisata pedesaan itu lebih berfungsi sebagai guide atau pendamping para pengunjung untuk menikmati suasana hidup pedesaan. Mereka biasanya memiliki satu tempat untuk meeting point. Sebagian ada juga yang memiliki lahan sendiri yang bisa menjadi objek kunjungan seperti sawah, saung untuk bermain, atau kebun.
Tapi, kegiatan selanjutnya lebih banyak membaur dengan suasana hidup masyarakat sekitar. Pengelola sudah lebih dulu berkoordinasi dengan para warga desa soal aktivitas ini. Mereka juga memberi kontribusi untuk jasa yang disumbang oleh sebagian warga. “Bisa langsung ke orang yang bersangkutan atau menyumbang ke desa,” tutur Sudi.
Nilainya memang tak bisa dipatok. Tapi, Sudi bilang, kegiatan wisata ini ikut meningkatkan ekonomi warga desa. Sebab, jika pengunjung bisa saja bertransaksi langsung dengan warga. Misalnya, ingin minum air kelapa muda yang dipetik dari pohon atau mencicipi tahu dari pabrik tahu.
Menjemput bola
Pengelola wisata pedesaan ini juga memiliki tim operasional yang melibatkan warga sekitar. Kecuali, Ika yang memilih menggandeng beberapa pihak sebagai pemandu. Contohnya, Kepanduan Cianjur untuk menemani peserta dalam aktivitas ketangkasan. Ika juga memasukkan Istana Cipanas, museum, dan sejumlah pihak dalam daftar kunjungan GPO.
Lantaran segmennya sangat terbatas, sejumlah pengelola bisnis ini harus menjemput bola untuk menawarkan paket wisata. Misalnya, mendatangi sekolah dan perusahaan. Selain itu, mereka juga membuat website sebagai sarana pemasaran sekaligus promosi untuk mengenalkan objek wisata ini.
Sudi mengaku, cara jemput bola cukup efektif menarik minat pengunjung. ”Mereka yang pernah datang berkunjung juga kami follow up lagi dengan paket-paket baru,” kata dia. Sejumlah instansi menjadi langganan WBP seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, Bank Mandiri, Bank Danamon, dan Bank BRI.
Meski mengaku belum gencar, GPO mulai mendekati sekolah-sekolah internasional di Jakarta. Tak semua hasilnya berbuah manis. Ika bercerita, ada orang tua siswa yang melarang anaknya mengikuti paket wisata pedesaan lantaran takut anaknya kena celaka.
Untuk meyakinkan aktivitas itu aman, Ika sudah membikin video rekaman berisi rekaman yang memperkenalkan GPO. “Saya sebarkan ke sejumlah sekolah dan instansi,” ujar dia. Kini sudah ada beberapa klien tetap GPO, seperti Qatar Airways, Nestle, Kedutaan Jepang, dan sejumlah sekolah di Bogor.
Nama KBS terdongkrak berkat promosi dari mulut ke mulut. Beberapa klien tetap KBS adalah PT Telkom, BCA, Astra, dan Madinah Islamic School. Asenk mengaku, dalam sebulan, omzet KBS setidaknya mencapai Rp 20 juta. GPO mengantongi omzet Rp 10 juta saban bulan. “Itu pun saya belum garap maksimal,” ujar Ika.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News