Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Hendra Gunawan
SURABAYA. Kota Surabaya memiliki banyak kawasan sentra usaha, mulai dari sentra tas, sandal, paving, sampai yang paling baru adalah sentra penjahit yang berada di Jalan Bukit Barisan, Surabaya.
Untuk bisa sampai kesana dibutuhkan waktu sekitar 40 menit dari Bandara Udara Juanda, Surabaya dengan mengendarai kendaraan roda empat. Tidak ada patokan khusus menuju lokasi ini. Sentra ini menempati sebuah gedung yang berada ditengah-tengah perumahan dan tidak jauh dari tempat pembuangan sampah.
Ada sekitar 25 orang penjahit yang berada di gedung berlantai dua tersebut. Sayangnya, semua penjahit hanya menempati lantai satu, sementara lantai dua dibiarkan kosong.
Abdul Ghoni, salah seorang penjahit bilang, awalnya ada sekitar 35 penjahit di tempat ini. "Tapi karena sepi mereka sekarang kembali ke jalanan,” katanya kepada KONTAN.
Semua penjahit yang berada di lokasi ini awalnya adalah penjahit yang berasal dari Jalan Patua, Surabaya. Sebelumnya mereka menempati trotoar untuk membuka usahanya. Mereka lalu ditertibkan dan dipindah ke gedung ini sejak tahun 2014 lalu.
Sayangnya, tidak semua penjahit bisa menempati lokasi ini. Hanya mereka yang mempunyai Kartu Tanda Pengenal (KTP) Surabaya saja yang bisa menempati gedung milik pemerintah itu.
Sentra penjahit di Bukit Barisan ini sudah buka sejak jam 7 pagi sampai pukul 4 sore, selama seminggu penuh. Setiap pengunjung bisa memilih dengan leluasa penjahit yang sesuai dengan selara dan keinginannya.
Para penjahit menyediakan layanan permak jins, celana bahan, pembuatan seragam, dan lainnya. Abdul Ghoni mengaku, sentra ini kebanjiran pelanggan saat memasuki tahun ajaran baru. Saat itu, banyak konsumen memesan pakaian seragam sekolah buat anaknya.
Laki-laki yang lebih akrab disapa Abdul ini membandrol harga jasanya mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 50.000. Dalam sebulan, dia dapat mengantongi omzet sekitar Rp 3,7 juta sampai Rp 3,8 juta. “Keuntungannya besar karena, modalnya hanya sekitar Rp 300.000,” jelas Abdul yang sudah sembilan tahun menjadi penjahit. Dia mengaku, banyak belajar menjahit dari sang ayah yang juga seorang penjahit.
Penjahit lainnya adalah Sudiyono Mushobbir. Laki-laki berkumis ini sudah menjadi penjahit sejak remaja. Tidak sama dengan penjahit lainnya, ia hanya melayani jasa permak celana dan baju. Tarifnya dibandrol Rp 15.000 sekali permak.
Dalam sebulan dia hanya bisa mengantongi omzet sekitar Rp 500.000 dengan keuntungan bersih mencapai sekitar 80%. Mushobbir mengaku, omzetnya merosot tajam sejak dia dipindahkan ke sentra jahit Bukit Barisan.
Ia bilang, lokasi yang sekarang dia tempat relatif sepi pengunjung. Kondisinya jauh lebih ramai saat masih mangkal di pinggir jalan. (Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News