kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Usaha kuliner: Cita rasa bukan lagi segala


Kamis, 31 Januari 2013 / 12:44 WIB
Usaha kuliner: Cita rasa bukan lagi segala
ILUSTRASI. Sebuah gas flare di platform produksi minyak di ladang minyak Soroush terlihat di samping bendera Iran di Teluk Persia, Iran, 25 Juli 2005.


Reporter: Teddy Gumilar, Harris Hadinata | Editor: Tri Adi

Orang bilang, bisnis makanan tak ada matinya karena manusia pasti membutuhkan makan. Namun, mengelola bisnis ini tidak bisa dibilang gampang. Tak cuma dengan menjaga kualitas dan rasa makanan, para pebisnis kuliner mesti cermat melakukan berbagai strategi agar warung atau restonya ramai.

Peluang usaha kuliner sungguh sangat menjanjikan. Sebab, makanan bukan sekadar kebutuhan paling utama manusia. Wisata kuliner pun telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat, terutama di perkotaan. Orang mencari makanan tidak cuma karena lapar, tapi juga ingin merasakan sensasi rasa, suasana, dan pengalaman makan yang berbeda.

Kalau begitu, kenapa masih ada yang gagal di bisnis ini? Pengamat Manajemen Andre Vincent Wenas bilang, bisnis kuliner tidak cuma soal menjual makanan yang enak, memenuhi selera banyak orang, dan terjaga kualitasnya. Bisnis ini juga menyangkut kualitas pelayanan serta pengalaman yang bisa dirasakan pengunjung.

Andre mengambil contoh gerai kopi Starbucks. Citarasa kopi di gerai impor ini memang menjadi favorit para penggemarnya. Namun, sejatinya cita rasa serupa bisa ditemukan di kedai-kedai lain. Maka, agar bisa bersaing, gerai Starbucks juga menawarkan pengalaman dan suasana ngopi yang santai dan berkelas.

Memang, pada beberapa kasus tertentu, faktor rasa bisa membuat konsumen mengabaikan sisi kenyamanan. Ambil contoh, warung nasi sunda Bu Imas di dekat ITC Kalapa, Bandung. Ukuran kedai yang punya menu andalan ayam bakar ini tak seberapa luas. Makan pun di kursi panjang sehingga harus sambil berimpitan dengan pengunjung lain. Tapi, pembeli tak pernah sepi, terutama di jam-jam makan. Sensasi pedas sambal dan ayam bakar yang empuk rupanya menimbulkan rasa kangen dan ketagihan para pelanggannya.

Tapi Bu Imas dan segelintir tempat makan yang lain sungguh kasuistik dan tak gampang ditiru. Reputasi mereka dibangun dengan kerja keras dan loyalitas bertahun-tahun. Namun, bukan berarti Anda tak punya peluang untuk sukses di bisnis ini. Beberapa poin pengalaman pelaku dan saran pengamat di bawah ini mungkin bisa membantu Anda meraih kesuksesan.


Lokasi dan kualitas

Penentuan lokasi usaha bisa sangat menentukan kesuksesan bisnis kuliner. Di masa-masa awal, lokasi usaha yang strategis bisa menentukan seberapa cepat bisnis kuliner Anda bisa tumbuh. Sebab, calon konsumen dalam jumlah yang banyak akan lebih cepat mengidentifikasi kedai Anda.

Untuk itu, carilah tempat yang dekat dengan segmen yang ingin disasar. Lalu, pilih titik yang ramai dengan lalu lintas orang sehingga probabilitas untuk dikunjungi lebih besar.

Jangan lupa, aksesibilitas juga harus diperhatikan. Jika ini sudah dipenuhi, selanjutnya kualitas rasa dan layanan yang akan memainkan peran.

Kualitas makanan sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar. Pinot Bread, misalnya, sampai merasa perlu mengimpor terigu langsung dari Jepang dan mengharamkan penggunaan perasa atau pewarna buatan. Tak ingin tanggung, pemiliknya, Hindri Juliaty, langsung belajar ke Jepang untuk mempelajari pembuatan roti khas Negeri Sakura itu.

Konsekuensinya, perempuan yang akrab disapa Julia ini hanya bisa mengambil margin sekitar 30%. "Banyak orang hanya berpikir make money, takut tidak laku kalau dijual terlalu mahal," kata Julia.

Endang Pudjaningsih, pemilik warung bakso M1, tak jauh dari Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, ini juga memilih menurunkan margin ketimbang memangkas kualitas.

Meski harga daging sapi sempat melonjak dari Rp 70.000 per kg menjadi Rp 95.000 per kg, ia tetap mempertahankan penggunaan daging sapi untuk pembuatan bakso. Karena kebanyakan pelanggannya berstatus karyawan, ia memilih tidak menaikkan harga jual bakso, tetap Rp 10.000 per porsi. "Sekarang untungnya tipis banget. Saya terbantu dari penjualan minuman," ujarnya.


Puas, pembeli pun berpromosi

Ketika puas dengan kualitas dan layanan, pembeli biasanya tak segan untuk merekomendasikan bisnis kuliner Anda ke kerabat dan kenalan. Promosi dari mulut ke mulut inilah yang paling efektif mengangkat bisnis kuliner Anda. Tapi ingat, sekali mengecewakan pembeli, bisnis kuliner Anda pun bisa dalam sekejap terpuruk dengan cara serupa. Maka, menjaga kualitas makanan dan layanan secara kontinyu mutlak perlu.

Lucy Wiryono, pemilik Holycow! Steakhouse by Chef Afit, menyadari betul hal tersebut. Dengan memanfaatkan jejaring sosial Twitter, ia menawarkan promosi yang cukup unik. Siapa pun yang menyebut @steakholycow di Twitter akan mendapatkan hadiah gratis tiramisu.

Yang lebih menarik lagi, ini merupakan promosi reguler yang tidak mengenal batas waktu promosi dan ketentuan. "Kami enggak mau ngasih promo yang nanggung dan tricky. Enggak perlu pakai syarat dan ketentuan yang macam-macam," ujar Lucy.

Meski sudah memiliki banyak pelanggan tetap, Anda tetap perlu mengiklankan tempat usaha. Tak perlu repot memasang billboard di jalan raya atau membayar ratusan juta rupiah untuk iklan di TV. Manfaatkan saja jejaring sosial, seperti Facebook dan Twitter, seperti yang dilakukan Lucy dan pemilik Bakso Malang Kota Cak Eko, Henky Eko Sriyantono.

Media sosial bisa dimanfaatkan untuk mengabarkan menu baru atau program diskon yang akan dan sedang berlangsung. Jika memang menarik, bisa jadi pengikut Anda di Twitter dan Facebook bakal menyebarluaskan info tersebut tanpa mesti Anda bayar.

Jika Anda punya dana ekstra, boleh saja menganggarkan promosi khusus. Andre bilang, saat pertama kali membuka usaha kuliner, Anda bisa menganggarkan dana 25%–30% dari modal kerja untuk promosi.

Bila menyasar segmen atas, Anda bisa mengundang artis atau orang ternama untuk datang ke acara peresmian restoran baru. Harapannya, pesohor yang puas akan mempromosikan tempat Anda. Jika dana minimum, Anda cukup membuat selebaran yang dibagikan di tempat-tempat strategis, tak jauh dari lokasi usaha Anda. "Setelah itu 5%–10% saja sudah lebih dari cukup untuk sekadar memelihara brand," ujar Andre.

Memberikan potongan harga atau menggratiskan menu tertentu tidak cuma efektif menjangkau konsumen baru, tapi juga bisa menjaga loyalitas pelanggan lama. Holycow!, misalnya, menggelar promosi reguler berupa gratis satu porsi steik wagyu apa saja bagi yang berkunjung pas hari ulang tahunnya. Syaratnya, ia cukup menunjukkan tanda pengenal. Selain itu, ada gratis minuman pertama bagi pengunjung yang sedang hamil.

Agar menimbulkan kesan yang lebih bagus, Anda pun bisa bekerja sama dengan bank. Andre bilang, tak perlu ragu untuk memberikan diskon khusus bagi pengguna kartu kredit dari bank tertentu. Cara ini sekaligus bisa mengangkat gengsi gerai Anda.                         

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×