kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Wahyu dulu sebagai plasma, kini pengusaha (1)


Rabu, 03 November 2010 / 12:22 WIB
Wahyu dulu sebagai plasma, kini pengusaha (1)
ILUSTRASI. Pesawat Garuda Indonesia di Bandara Ngurah Rai, Bali


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Tri Adi

Berawal dari mengikuti jejak bisnis teman kuliahnya, kini Wahyu Hanggono sukses menjadi eksportir mebel di Solo, Jawa Tengah. Dalam sebulan, dia bisa mengekspor puluhan kontainer mebel ke sejumlah negara di Eropa. Padahal, semula dia hanya menjadi mitra perajin (plasma) perusahaan mebel milik Walikota Surakarta.

Keberuntungan seringkali datang tanpa diduga. Hal ini pula yang dialami Wahyu Hanggono dalam merintis usaha furnitur (mebel). Berawal dari sekadar mencoba-coba, kini lelaki yang akrab disapa Wahyu ini sukses menjadi eksportir mebel di Solo, Jawa Tengah.

Perjalanannya berkecimpung di bisnis pembuatan mebel bermula pada tahun 1998. Kala itu, lelaki berusia 35 tahun ini masih menimba ilmu di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Dia mendapat inspirasi berbisnis mebel setelah melihat kesuksesan yang diraih teman kuliahnya saat menekuni usaha ini.

Wahyu berkisah, saat itu temannya merupakan salah satu eksportir mebel yang cukup sukses. Maklum, ketika itu nilai tukar dollar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah sedang melonjak tinggi. Kondisi ini mendorong banyak pebisnis menjual produknya ke luar negeri. “Saat itu saya melihat, enak jadi eksportir. Dari situ saya mulai tertarik berbisnis mebel,” katanya.

Lagipula, lanjut dia, bisnis mebel memiliki unsur seni di dalamnya, sesuatu yang dapat memikat minatnya. Dus, dengan modal Rp 10 juta yang dia dapat dari orangtuanya, Wahyu mencoba mengekor bisnis sang teman. “Awalnya saya membuka usaha di garasi rumah. Waktu itu saya hanya dibantu oleh dua orang tenaga kerja,” katanya.

Dengan jumlah karyawan yang minim, produksi mebel Wahyu masih terbatas. Skala usahanya pun masih berbentuk plasma. Jadi, produk mebel setengah jadi yang dia buat kemudian dia lempar ke perusahaan mebel besar milik Walikota Surakarta, yakni Joko Widodo.

Kebetulan, latar belakang sang Walikota adalah pengusaha mebel. Bahkan, hingga saat ini usaha itu masih dikelola oleh keluarga besarnya. “Saya menjadi plasma bisnis mebel Pak Walikota selama sekitar satu tahun,” imbuh pria kelahiran Sukoharjo, Jawa Tengah, pada 23 Juli 1975.

Wahyu bersyukur bisa menjadi mitra bisnis orang nomor satu di kotanya itu. Sebab, dari situlah usahanya terus berkembang. Selain mendapat pendampingan usaha, dia juga kerap mengikuti event pameran mebel yang digelar oleh pemerintah setempat dan pemerintah pusat.

Melalui ajang pameran itu, Wahyu mempromosikan produk mebel buatannya ke pasar yang lebih luas. Sebagian besar mebel buatannya dirancang dengan desain tradisional khas Indonesia. Karena itu, pada tahun 2000 dia memayungi bisnis mebelnya dengan bendera PT Indonesia Antique.

Pada tahun itu pula, bisnisnya tumbuh cepat. Wahyu mendapat pesanan mebel dari pembeli di luar negeri. Ini merupakan kali pertama dia mengekspor mebel. “Pertama kali ekspor ke Italia sebanyak dua kontainer. Nilainya sekitar Rp 100 juta,” tuturnya.

Sukses melakukan ekspor perdana, Wahyu terus mengembangkan usahanya. Dia menggunakan pendapatannya dari ekspor tersebut untuk membiayai relokasi usahanya ke sebuah desa di Lawean, Solo. Di sana, Wahyu menyewa rumah seluas 1.000 meter persegi (m²) yang dia fungsikan sebagai bengkel produksi mebel. “Biaya sewa Rp 10 juta per tahun,” katanya.

Ketika itu, tutur Wahyu, jumlah karyawannya telah bertambah menjadi 30 orang. Usahanya juga terus kebanjiran order pembuatan mebel dari pelanggan di pasar ekspor. Selain dari Italia, dia mendapat pesanan dari sejumlah buyer di Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa, seperti Spanyol, Prancis.

Pada tahun 2004, usaha Indonesia Antique semakin maju. Di tahun itu, Wahyu lagi-lagi merelokasi usahanya. Namun, berbeda dengan relokasi sebelumnya, kali ini dia membeli sebuah lahan seluas 1.500 m² di Desa Trangsan, Kecamatan Gatak, Sukoharjo. Di lahan itu, Wahyu mulai mendirikan pabrik mebel.

Dengan lahan yang lebih luas, produksi mebel Wahyu terus meningkat. Di masa tersebut, volume ekspor mebel Indonesia Antique ke sejumlah negara bisa mencapai 10 kontainer per bulan. “Nilai ekspor satu kontainer sekitar US$ 18.000-US$ 20.000,” kata Wahyu.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×