kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ada kosmetik, ada peluang bikin wadahnya


Jumat, 09 Januari 2015 / 15:20 WIB
Ada kosmetik, ada peluang bikin wadahnya
ILUSTRASI. Bukan hanya membuat kecanduan, ada beberapa dampak buruk dari terlalu banyak main ponsel bagi orang dewasa.


Reporter: Marantina, Pradita Devis Dukarno | Editor: Tri Adi

Bagi sebagian wanita, perawatan kecantikan merupakan kebutuhan. Tak heran jika klinik kecantikan semakin menjamur. Demikian pula bila Anda berkunjung ke pusat perbelanjaan atau toko swalayan, gerai yang menjual produk kosmetik bertebaran.

Tren pemakaian kosmetik ini ternyata tidak hanya dinikmati oleh para pengusaha kosmetik. Namun, produsen wadah untuk produk kosmetik, yang lazim disebut pot, turut kebagian rezeki. Maklum, selain produk kosmetik yang berkualitas, kemasan juga jadi perhatian.

Suwanto Njoto, warga Surabaya, Jawa Timur, jeli melihat peluang tersebut. Dus, pada 1995 dia mendirikan UD Podo Seneng yang memproduksi berbagai pot kosmetik untuk krim, lulur, dan pomade rambut.

Suwanto bercerita, dulu, dia sempat memiliki usaha aksesori perempuan, seperti gelang, kalung dan kotak perhiasan. Seiring dengan berkembangnya waktu, dia juga mendapatkan permintaan pot kosmetik dari para pelanggannya.

Adanya permintaan tak lantas membuat pria kelahiran Jember tertarik menjajaki bisnis wadah kosmetik. “Saya cari pasarnya terlebih dahulu,” ujarnya.
Suwanto berhati-hati melangkah karena menilai usaha pembuatan pot padat modal. Jadi, sebelum memutar roda produksi pot, ia terlebih dahulu memastikan pasarnya.

Beberapa bulan kemudian, Suwanto baru merintis usaha pembuatan pot kosmetik. Target pasarnya adalah pelaku UKM atau pemilik usaha kosmetik dalam skala rumahan. Sampai saat ini, ia melayani puluhan klien yang ada di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bali.

Suwanto menuturkan, kemasan berbahan plastik, khususnya untuk keperluan kosmetik berkembang pusat di Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta. Sebab, kota-kota ini memiliki pabrik kosmetik dalam skala besar.  “Ketika ada pabrik kosmetik besar, pelaku usaha kecil pun mengikuti jadi semacam sentra untuk industri kosmetik,” tutur pria berusia 46 tahun ini.

Sejauh ini, Suwanto mengincar pemilik klinik kecantikan dan pembeli eceran. Ia memasarkan usaha melalui internet. Ia menegaskan pemasaran online sangat efektif untuk menjangkau klien.

Dia juga melihat selalu ada peningkatan permintaan untuk wadah kosmetik. Apalagi jika ada produk kosmetik tertentu yang jadi tren. “Beberapa tahun belakangan, banyak pesanan baru muncul untuk wadah minyak rambut,” katanya.

Menurut Suwanto, kelebihan Podo Seneng adalah kemampuannya menyesuaikan produksi dengan kebutuhan klien.  “Setiap konsumen sangat unik dan memiliki kebutuhan yang berbeda-beda,” kata dia.

Pabrikan lain yang juga memproduksi pot kosmetik ialah PT Kemas Maju Indah (KIM) yang berada di Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta Timur. Pabrik ini mulai beroperasi sejak 1980. Alex Hong, Head of Marketing KIM, menuturkan, semua produk KIM merupakan custom made, hingga customer bisa memesan pot sesuai spesifikasi yang diinginkan.

Berbeda dengan Podo Seneng, KIM mendesain wadah kosmetik secara elegan karena ditawarkan untuk konsumen level B dan level A. “Pot kosmetik yang kami buat tidak seperti kebanyakan pot yang beredar di pasaran yang terlihat generik,” ucap dia.

Pembelinya tak hanya produsen kosmetik dalam negeri. KIM juga mengekspor produknya ke Jepang dan Eropa. Alex bilang KIM mematok minimal order sebanyak 10.000 pieces. Sebagai gambaran, produk kemasan lipstik dijual Rp 3.000–Rp 4.000 per pieces.

Suwanto memproduksi berbagai wadah kosmetik dengan beragam ukuran. Mulai dari pot 5 gram untuk keperluan sampel, hingga ukuran besar mencapai 100 gram. Podo Seneng menetapkan minimal pembelian wadah kosmetik sebanyak 5.000 pieces untuk dikirim.

Namun, dia juga melayani pembelian eceran dengan jumlah order 100–1000 pieces. “Syaratnya, customer eceran mengambil sendiri pot kosmetik ke pabrik,” ucap dia.

Berbagai wadah ini dibanderol seharga Rp 800–Rp 3.000 per pieces. Dalam sehari, ia bisa membuat sekitar 1.000 buah wadah kosmetik. Suwanto menambahkan, margin keuntungan untuk usaha kemasan kosmetik bisa mencapai 30%.

Andalkan mesin

Anda tertarik menjajal usaha produksi kemasan kosmetik? Sama dengan pembuatan kemasan lainnya, usaha ini juga sangat mengandalkan mesin.  Makanya, seperti dibilang Suwanto, usaha ini padat modal.

Selain dana untuk membeli mesin, Anda juga harus menyiapkan pabrik, meski tak butuh lahan luas. Suwanto menyarankan, jika baru merintis, bikin pabrik di atas lahan seluas 500 m2 dahulu. Mesinnya juga bisa memakai yang bekas dulu.  

Mesin utama adalah mesin injeksi plastik. Kata Suwanto, harga mesin ini dalam kondisi bekas mencapai puluhan juta rupiah. Hingga kini Podo Seneng mengoperasikan 8 unit mesin injeksi.

Di dalam mesin harus ada alat pencetak (moulding) yang akan membentuk kemasan seperti desainnya. Investasi untuk cetakan baru ini sekitar Rp 60 juta–Rp 100 juta. Dus, jika ada pelanggan yang mau order pot kosmetik dengan bentuk khusus, Suwanto mewajibkan pelanggan untuk ikut berinvestasi untuk cetakan tersebut.

Lalu, dia akan membuat cetakan dengan mesin yang ia punya. Makanya, order pot dengan model baru bisa lebih lama, mencapai dua bulan. Sementara, mesin dan peralatan pendukung pembuatan wadah kosmetik terdiri dari mesin giling (crusher) untuk recycling.

Baik Podo Seneng maupun KIM mengimpor semua mesin injeksinya. “Kami impor mesin dari Jepang, Taiwan, dan Jerman,” ungkap Alex.

Adapun bahan baku yang digunakan adalah bijih plastik. Sisanya, pot kosmetik yang sudah jadi untuk dihancurkan. Ini untuk menghemat energi.

Untuk wadah sudah jadi, Suwanto tak berani mengambil dari pemulung. Pasalnya, wadah dari luar tidak terjamin kebersihannya. Suwanto hanya menggunakan wadah buangan dari produk sendiri yang ada di pabrik dan belum pernah digunakan. “Kalau pun ambil dari luar, kami pilih wadah dari bijih plastik yang orisinil,” katanya.

Proses pembuatannya cukup sederhana. Bijih plastik dimasukkan ke dalam mesin, lalu diinjeksi ke dalam cetakan. Tiap kemasan kosmetik biasanya terdiri dari beberapa item, seperti tutup, inner atau bagian dalam, dan pot.

Waktu produksi berlangsung selama 18 detik–20 detik. Dus, untuk membuat sebuah wadah kosmetik, waktu yang dibutuhkan sekitar satu menit.

Jika dihitung-hitung, modal yang dibutuhkan untuk memulai bisnis ini bisa lebih dari Rp 300 juta. Meski padat modal, Suwanto bilang usaha ini tidak padat karya. Buktinya ia hanya memperkerjakan 30 orang karyawan. Maklumlah, sebagian besar pekerjaan ditangani mesin. Karyawan hanya dibutuhkan untuk quality control dan finishing, seperti pengemasan.

Ia menambahkan, belanja terbesar dalam usaha ini ialah pembelian bijih plastik. Suwanto mengaku tidak sampai mengimpor bijih plastik. Selain itu, pengeluaran terbesar ialah pada pembayaran gaji karyawan dan biaya listrik.

Di sisi lain, KIM tak hanya mengandalkan bijih plastik dalam pembuatan wadah kosmetik. Sebagai bagian dari inovasinya KIM juga menggunakan bahan baku akrilik.

Bersiasat dengan pilih segmentasi produk

Keinginan untuk tampil cantik bisa diwujudkan dengan kosmetik yang tepat. Namun, tanpa wadah yang tepat, bisa jadi kosmetik itu berubah kualitasnya. Sebab, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menetapkan wadah kosmetik harus memenuhi dua syarat. Wadah kosmetik harus melindungi isi terhadap pengaruh dari luar dan menjamin mutu serta keaslian isinya.

Tuntutan BPOM tersebut jadi salah satu patokan dalam memproduksi wadah kosmetik. Akan tetapi, selain dua syarat itu, produsen kosmetik juga punya pertimbangan lain. Seperti, wadah kosmetik tak boleh menggunakan bahan kimia berbahaya serta tidak boleh bocor.

Selain itu, Suwanto Njoto, pemilik UD Podo Seneng bilang,  produsen kosmetik juga sangat sensitif pada harga. “Kalau dapat yang lebih murah, produsen kosmetik pasti akan pilih produk itu apalagi kalau dari segi kualitas hampir sama,” tuturnya.

Maklum, persaingan di industri ini lumayan ketat. Alex Hong, Head of Marketing PT Kemas Indah Maju mengatakan, pemainnya sudah sangat banyak. Namun, masih ada celah guna menyiasati persaingan, yakni dengan menetapkan segmentasi yang berbeda-beda. “Kami segmentasi kosmetik premium, mungkin lain pasarnya beda lagi,” katanya.

Dia bilang, saat ini banyak produsen yang bikin wadah kosmetik dengan mengandalkan harga murah. “PT KIM mengutamakan kualitas karena customer kami biasanya yang punya brand-brand kosmetik besar,” ungkap dia.                   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×